A. DESKRIPSI
Produksi sarung sutera yang dalam bahasa Bugis-Makassarnya lipa sabbe,
dipasok dari empat daerah masing-masing Majene, Polewali, Wajo dan Soppeng.
Namun yang lebih terkenal baik dalam skala lokal maupun nasional, bahkan
mancanegara adalah sarung sutera dari Kabupaten Wajo. Pasalnya, baik corak
maupun kualitasnya memiliki keunggulan yang lebih dibanding produksi daerah
lainnya.
Masyarakat Wajo yang terletak di pesisir Teluk Bone, telah mengembangkan tenun sutera secara turun-temurun. Tak mengherankan bila sutera menjadi slogan dan motivasi bagi masyarakat Wajo, yang berarti sejahtera, ulet, tenteram, ramah dan aman. Puncak kejayaan produksi sutera daerah ini dimulai sejak tahun 1970 hingga 1983.
Masyarakat Wajo yang terletak di pesisir Teluk Bone, telah mengembangkan tenun sutera secara turun-temurun. Tak mengherankan bila sutera menjadi slogan dan motivasi bagi masyarakat Wajo, yang berarti sejahtera, ulet, tenteram, ramah dan aman. Puncak kejayaan produksi sutera daerah ini dimulai sejak tahun 1970 hingga 1983.
ProsesPembuatan
Proses pembuatan kain sutera alam sendiri, umumnya memakan waktu selama sebulan, mulai dari pemintalan benang sampai menjadi sarung atau produk tenun lainnya. Benang dari ulat sutera setelah dipintal, direndam dalam air mendidih selama 15 menit hingga warnanya putih bersih. Hal itu dimaksudkan agar bulu-bulu benang menjadi rapat, menghilangkan kotoran benang sekaligus membuka serat benang.
Selanjutnya, benang itu dicelupkan ke cairan pewarna, sesuai warna yang diinginkan. Terkadang proses pencelupan harus dilakukan berulang-ulang dan mencampur-campur beberapa warna untuk mendapatkan hasil pewarnaan yang baik. Lalu benang yang sudah diwarnai itu, diangin-anginkan dan tidak boleh terkena sinar matahari secara langsung.
Proses tersebut tidak berhenti sampai di situ, karena masih ada proses lanjutan yakni memberi kanji agar benang menjadi licin dan tidak berbulu saat ditenun. Belum lagi harus memasukkan helai-helai benang pada alat serupa sisir. Pengaturan ini biasanya harus dilakukan sedemikian rupa sesuai corak dan warna kain yang diinginkan. Setelah itu proses menenun yang sebenar-benarnya barulah dimulai.
Hasil tenun berupa sutera polos, biasanya dijual seharga Rp 45.000 hingga Rp 75.000 per meter. Sedangkan untuk yang bermotif, harganya lebih mahal. Untuk setelan, seperti setelan sarung, selendang dan baju, harganya mulai dari Rp 400.000 hingga jutaan. Sedang harga setelan jas, tentu lebih mahal lagi, karena biasanya benang untuk jas digandakan hingga empat kali.
Selembar sarung sutera bisa memberikan keuntungan bersih antara Rp 20.000 hingga ratusan ribu rupiah. Dengan rata-rata proses penenunan yang dilakukan per orang selama tiga hari untuk menghasilkan selembar sarung sutera, maka dalam sebulan bisa menghasilkan sepuluh lembar sarung khas daerah ini.
Dibanding dengan kain lainnya, kain sutera asli memiliki keunggulan tersendiri, karena bisa bertahan sampai puluhan tahun. Maka tidak salah, jika sarung sutera sering dijadikan cenderamata khas, khususnya bagi pejabat-pejabat di Sulsel saat menerima tamu penting baik dari dalam maupun luar negeri.
Kain sutera merupakan salah satu cerminan
adat masyarakat sulawesi, yang sering di gunakan sebagai salah satu pelengkap
acara,terutama dalam acara-acara adat masyarakat sulawesi.
Nilai artistik
Dalam adat
masyarakat sulawesi, kain sutra termasuk salah satu faktor yang mendukung tiap
acara yang di adakan, terutama pada acara-acara adat masyarakat sulawesi.
Corak-corak yang di pergunakan juga terlihat begitu serasi dengan warna yang di
padupadankan, sehingga baik bentuk,warna,garis dan motif kain sutra itu sendiri
terlihat begitu selaras.
Nilai Budaya
Masyarakat
sulawesi begitu identik dengan adat mereka,termasuk dalam penggunaan kain
sutera itu sendiri yang mereka sebut lippa sabbe’,merupakan hal yang
penting,terutama dalam acara-acara adat masyarakat sulawesi.
Nilai
Ekonomi
Keindahan yang
di ciptakan oleh kain sutera, dapat menimbulkan banyak keuntungan,terutama di
bidang ekonomi, karena pasalnya hasil
tenun berupa sutera polos, biasanya dijual seharga Rp 45.000 hingga Rp 75.000
per meter. Sedangkan untuk yang bermotif, harganya lebih mahal. Untuk setelan,
seperti setelan sarung, selendang dan baju, harganya mulai dari Rp 400.000 bahkan sampai ratusan juta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar